MAYORITAS.COM – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta informasi kepada operator telepon seluler terkait insiden pencurian data NIK (Nomor Induk Keluarga) untuk aktivasi kartu seluler.
Diketahui, Polres Bogor Kota merupakan pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa pencurian NIK tersebut. Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya telah memerintahkan operator telepon seluler untuk memastikan pelanggaran data publik ini tidak terjadi lagi.
Kominfo akan meminta klarifikasi kepada Indosat sebagai bagian dari upaya asesmen dan pencegahan kami agar kejadian serupa tidak terulang kembali, kata Budi dalam keterangannya, Sabtu (31 Agustus).
Menyusul kejadian tersebut, Budi juga mengarahkan seluruh operator telepon seluler untuk memastikan perlindungan data masyarakat dan mematuhi Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Seluruh operator seluler dan ekosistem telekomunikasi perlu memperhatikan perlindungan konsumen, kualitas layanan, dan mematuhi hukum,” ujarnya.
Polisi sejauh ini telah menangkap dua pelaku pencurian data Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional untuk mengaktifkan dan mendaftarkan kartu perdana seluler dan kartu SIM.
Kapolres Bogor Kota Combes Bismo Teguh Prakoso mengungkapkan, kedua pelaku bekerja di PT NTP. Keduanya masing-masing berinisial PMR dan L.
“Mereka (kedua pelaku) menanggapi permintaan PT IOH yang bertujuan agar mereka bisa menjual 4.000 kartu SIM,” kata Bismo dalam keterangannya, Kamis (29 Agustus).
Belum ada pernyataan atau tanggapan resmi dari PT IOH dan PT NTP terkait kejadian pencurian data ini.
Bismo menjelaskan, untuk mencapai tujuan tersebut, pelaku menggunakan aplikasi yang mencuri data warga.
“Jika Anda menggunakan aplikasi bagus yang memasukkan kartu SIM ke ponsel Anda, sepertinya aplikasi tersebut mendaftarkan perintah dari penyedia ponsel Anda,” katanya.
Pelaku kemudian menggunakan aplikasi tersebut dan data NIK ditampilkan. “Data yang ditampilkan secara otomatis biasanya digunakan untuk registrasi oleh pelaku kejahatan,” imbuhnya.
Bismo mengungkapkan, setidaknya ada dua orang pelaku yang menyalahgunakan identitas 3.000 warga Kota Bogor dan sekitarnya. Selain itu, masih ada puluhan ribu NIK lain yang coba dimanfaatkan pelaku.
Kedua pelaku kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap. Pasal 94 dibaca juncto Pasal 7 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kependudukan, dan Pasal 65 ayat 1 dan 3 UU Nomor 27. Pasal 67 ayat (1) dibaca juncto di atas dikutip. Dituntut sebagai individu perlindungan data pada tahun 2022.