MAYORITAS.COM – Anggota Komite I Mayjen DPR Purn TB Hasanuddin mengkritik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). BSSN dianggap lalai hingga Pusat Data Nasional (PDN) diretas.
Hasanuddin memikirkan Ini adalah Kebodohan Nasional. Sebab Serangan dari Peretas dan juga Kebocoran Data Telah Sering terjadi selama bertahun-tahun. Apakah BSSN bahkan bekerja dengan benar. Kenapa Mereka sering sekali terjadi Peretasan
“Ini sebetulnya kecelakaan atau kebodohan nasional. Karena apa, prihatin. Kita sudah hampir lima tahun ya, bekerja sama, mitra dengan terutama BSSN, dan BSSN, selalu melaporkan ada serangan,” kata Hasan dalam rapat Komite I DPR, Kamis, 27 Juni.
Hasan terus membeberkan data peretasan. Sekali lagi, tidak ada perbaikan dari BSSN. Ia mengungkapkan, laporan BSSN jumlah kejadian peretasan pada tahun 2023 berjumlah 1.011.209 kejadian peretasan
. “Tetapi insiden terus berlanjut. Apakah kita hanya melaporkan kejadian tersebut atau mencoba mencegahnya?” “Itu hal pertama,” katanya. Kritik pun disampaikan Anggota Fraksi Sukamta-PKS di Komite I DPR. Menurutnya, peretasan PDN itu ibarat penumpang pesawat meninggalkan barang bawaannya di loker
Namun barang yang diperiksa hilang dan pihak penyedia jasa menyalahkan penumpang tersebut. Ia mengatakan pemerintah perlu bekerja keras karena ini masalah keamanan nasional.
“Kita perlu berbuat lebih banyak karena pusat data ini merupakan masalah keamanan siber nasional. Negara tetangga kita, Singapura, memiliki sedikit kebocoran informasi keamanan nasional,” kata Sukamta.
Panitia DPR hari ini menggelar rapat dengan BSSN dan Kominfo pasca serangan hacker terhadap pusat data nasional.
Rapat tersebut dihadiri langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Aliye Setiadi dan Direktur BSSN Hinsa Cibrian.
“I-Panitia mengadakan rapat ini karena melihat keresahan masyarakat pasca terganggunya pusat data sementara nasional akibat serangan siber pada pekan lalu,” kata Ketua DPR Meutya Hafid Ta.
PDN telah ditutup karena serangan hacker. Dampak terhadap layanan digital di 210 lembaga pemerintah. Peretasan terjadi pada 20 Juni. Sebuah pusat data di Surabaya diserang dalam mode ransomware.
Pemerintah tidak mampu memulihkan PDN secara penuh. Para peretas pun meminta uang tebusan hingga Rp 131 miliar.