MAYORITAS.COM – Amerika Serikat memutuskan untuk mencabut larangan yang diberlakukan Washington atas penjualan senjata ofensif ke Arab Saudi, setelah berlaku selama tiga tahun.
Departemen Luar Negeri AS mencabut larangan Washington mengirimkan sejumlah amunisi udara ke darat ke Arab Saudi. Hal tersebut dibenarkan pada Jumat (8/9) oleh pejabat senior Kementerian Luar Negeri.
“Kami akan meninjau pengiriman baru berdasarkan kasus per kasus, sesuai dengan kebijakan transfer senjata konvensional,” kata pejabat itu, seperti dikutip Reuters.
Sebuah sumber mengatakan, keputusan untuk mencabut larangan tersebut telah dibahas sejak pekan ini. Penjualan senjata AS ke Arab Saudi diperkirakan akan dilanjutkan minggu depan.
Menurut Middle East Eye (MEE), Washington telah melarang penjualan senjata ofensif ke Arab Saudi mulai Februari 2022 untuk menekan Riyadh agar mengakhiri perang di Yaman.
Pada tahun 2014, perang pecah di Yaman setelah milisi Houthi mengambil alih ibu kota Sanaa. Arab Saudi dan negara-negara Teluk telah bergabung untuk melawan Houthi dan memulihkan pemerintahan yang diakui secara internasional.
Koalisi pimpinan Saudi telah melancarkan serangan brutal di Yaman yang telah menewaskan ribuan warga sipil. Amerika Serikat marah karena Arab Saudi dan sekutunya menggunakan bom dari Washington dalam serangan ini.
Namun ketegangan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi mulai mereda, terutama setelah Amerika Serikat mencoba merundingkan perjanjian normalisasi antara Riyadh dan Israel.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi juga mereda setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober dan pendekatan Arab Saudi baru-baru ini terhadap perang di Yaman.
Seorang pejabat mengatakan bahwa pada Maret 2022, serangan udara Saudi ke Yaman berhenti ketika negara tersebut menyetujui gencatan senjata dengan Houthi yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Kami juga mencatat langkah-langkah positif yang diambil oleh Kementerian Pertahanan Saudi selama tiga tahun terakhir untuk secara signifikan meningkatkan proses mitigasi kerusakan sipil,” kata pejabat Departemen Luar Negeri AS.