MAYORITAS.COM – Pameran Adiwastra 2024 merupakan upaya menampilkan dan melestarikan tekstil Indonesia. Pada pameran ini, wisatawan dapat mempelajari tekstil khas Indonesia.
Pameran ini menampilkan beragam kain dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagi yang ingin mengetahui lebih jauh tentang budaya tekstil Indonesia dapat datang ke Hall A Jakarta Convention Center hingga 19 Mei 2024.
Kain khas seperti batik, songket, kain tenun, uros, ikat, shibori, dan lurik, serta pakaian kain dipamerkan. Terdapat pula berbagai kegiatan seperti pembuatan kain kotak-kotak khas Sumsel yaitu uisu, serta praktik membatik bagi pengunjung yang ingin mencobanya.
Sebagian orang mungkin belum familiar dengan kain Indonesia selain batik. Namun nyatanya kain khas Indonesia yang berkualitas, memiliki sejarah dan tentunya warisan budaya mempunyai banyak sekali potensi.
Sebanyak Ratusan UMKM mengikuti pameran kain ini. Salah satunya Pak Ajiudin yang menjual batik tulis Pekalongan pada pameran ini, dan brand yang dikelolanya adalah Dananiaya Batik.
Menurutnya, batik tulis lambat laun semakin langka karena proses pembuatannya yang sangat memakan waktu. Karena itulah Ajiudin ingin terus memajukan dan melestarikan budaya batik. Melihat permintaan pasar, menurutnya peminatnya banyak, namun ada batasan berdasarkan volume produksi.
“Yang saya bawa kesini adalah kain sutra dan katun serta batik tulis. Saat ini industri batik tulis sedang terpuruk karena berkurangnya produksi dan berkurangnya pasokan, permintaan masih sangat tinggi, jadi kami khususnya anak muda Pekalongan, “masih sedikit orang yang tertarik dengan batik.
“Yah, prosesnya memang cukup mahal, tapi kami ingin batik tulis ini ada dimana-mana,” tegasnya.
Semua kainnya dibuat dengan tangan oleh pengrajin terampil. Tak ayal, kain dan model batik yang dimilikinya merupakan karya yang patut disyukuri.
Membatik juga memerlukan waktu. Ada yang selesai dalam waktu dua bulan, ada pula yang membutuhkan waktu satu tahun, katanya.
“Tergantung tingkat kesulitannya, masa tersulitnya sampai satu setengah tahun. Ada Batiknya (tulis) di kedua sisinya,” jelasnya.
Beliau juga menjelaskan tahapan pembuatan batik mulai dari kain sederhana hingga penambahan pola pada pinggirannya, pengolahan batik dan pewarnaannya. Meski masih menggunakan pewarna kimia untuk mewarnai kainnya, Ajudin juga memiliki koleksi batik yang diwarnai dengan pewarna alami yang berasal dari tanaman nila.
“Ada satu, masih kita latihan. Penggunaan pewarna alam, bahkan pengembangan pewarna alam dengan menggunakan nila (tumbuhan) masih terus dilakukan,” ujarnya.
Berbicara tentang warna-warna alami yang memberikan kesan indah pada kain, pameran ini akan menampilkan Waralami Stand (Asosiasi Warna Alam Indonesia), sebuah komunitas yang selalu menganjurkan penggunaan Pewarna alami dalam industri ini dan perlindungan alam Masu. memasuki.
Masyarakat juga memberikan pelatihan rutin di daerah yang sudah ditinggalkan pewarna alami sebagai metode pewarnaan kain.
Gina Sutono, pemilik Batik Tembayat sekaligus salah satu penggiat batik warna alami, menjelaskan, bahan stola miliknya diwarnai dengan pewarna alami.
Kali ini kita juga telah membahas beberapa pewarna yang digunakan untuk mewarnai kain. Disebutkan Ajiudin, nila merupakan tanaman yang sering digunakan untuk mewarnai kain. Dan warna yang dihasilkan tanaman ini adalah biru.
“Orang-orang mempunyai kesalahpahaman umum bahwa mereka selalu bertanya-tanya apakah warna pewarna atau produk yang dibuat dengan pewarna alami adalah nila.” “Sebagai tanaman penghasil warna biru, nila merupakan bagian dari pewarna alami,” jelas Gina.
“Ada juga tanaman lain seperti jerawe yang menghasilkan warna kuning kecoklatan,” tambahnya.
Indonesia tidak hanya memiliki tanaman-tanaman tersebut di atas, tetapi juga masih banyak pewarna alami lainnya yang jarang dimanfaatkan oleh para perajin. Oleh karena itu, kami orang Indonesia sangat kaya,” ujarnya.